Selasa, 12 Desember 2017

Kebangkrutan Voc

              VOC menuju kebangkrutan
Pada abad ke-17 hingga awal abad ke-18, VOC mengalami puncak kejayaan.
Penguasa dan kerajaan-kerajaan lokal berhasil diungguli. Kerajaan-kerajaan
itu sudah menjadi bawahan dan pelayan kepentingan VOC. Jalur perdagangan
yang dikendalikan VOC menyebar luas membentang dari Amsterdam, Tanjung
Harapan, India sampai Irian/Papua. Keuntungan perdagangan rempah￾rempah juga melimpah. Namun di balik itu ada persoalan-persoalan yang
bermunculan. Semakin banyak daerah yang dikuasai ternyata juga membuat
pengelolaan semakin kompleks. Semakin luas daerahnya, pengawasan juga
semakin sulit. Kota Batavia semakin ramai dan semakin padat. Orang-orang
timur asing seperti Cina dan Jepang diizinkan tinggal di Batavia. Sebagai
pusat pemerintahan VOC, Batavia juga semakin dibanjiri penduduk, sehingga
tidak jarang menimbulkan masalah-masalah sosial.
Pada tahun 1749 terjadi perubahan yang mendasar dalam lembaga
kepengurusan VOC. Pada tanggal 27 Maret 1749, Parlemen Belanda
mengeluarkan UU yang menetapkan bahwa Raja Willem IV sebagai penguasa
tertinggi VOC. Dengan demikian, anggota pengurus “Dewan Tujuh Belas”
yang semula dipilih oleh parlemen dan provinsi pemegang saham (kecuali
Provinsi Holland), kemudian sepenuhnya menjadi tanggung jawab Raja. Raja
juga menjadi panglima tertinggi tentara VOC. Dengan demikian VOC berada
di bawah kekuasaan raja. Pengurus VOC mulai akrab dengan pemerintah
Belanda. Kepentingan pemegang saham menjadi terabaikan. Pengurus
tidak lagi berpikir memajukan usaha perdagangannya, tetapi berpikir untuk
memperkaya diri. VOC sebagai kongsi dagang swasta keuntunganya semakin
merosot. Bahkan tercatat pada tahun 1673 VOC tidak mampu membayar
dividen. Kas VOC juga merosot tajam karena serangkaian perang yang telah
dilakukan VOC dan beban hutang pun tidak terelakkan.
Sementara itu para pejabat VOC juga semakin feodal. Pada tanggal 24 Juni
1719 Gubernur Jenderal Henricus Zwaardecroon mengeluarkan ordonansi
untuk mengatur secara rinci cara penghormatan terhadap gubernur jenderal
32 Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK Semester 1
pemerintah. Pada waktu itu sebagai Gubernur Jendral VOC yang terakhir
Van Overstraten masih harus bertanggung jawab tentang keadaan di Hindia
Belanda. Ia bertugas mempertahankan Jawa dari serangan Inggris.
KESIMPULAN
1. Yang dimaksud dunia Timur penghasil rempah-rempah itu ternyata
Kepulauan Nusantara.
2. Setelah menemukan daerah penghasil rempah-rempah,
perdaganganpun meningkat. Untuk menghindari persaingan
antarpedagang satu bangsa dibentuklah kongsi dagang. Misalnya
Inggris membentuk IEC berpusat di India, Belanda mendirikan VOC di
Indonesia.
3. VOC mula-mula dipimpin oleh Dewan Tujuh Belas (de Heeren XVII)
yang berkedudukan di Amsterdam, kemudian agar lebih efektif dan
produktif diangkat jabatan gubernur jenderal yang berkedudukan di
Hindia.
4. VOC sebagai kongsi dagang yang ingin mencari untung sebanyak￾banyaknya, kemudian semakin bernafsu untuk mengusai daerah￾daerah di Nusantara dengan memerangi beberapa kerajaan yang
ada. VOC akhirnya menjadi kongsi penjajah. Mulailah bercokol
kolonialisme dan imperialisme di Indonesia.
5. Pada masa kejayaannya, wilayah kekuasaan VOC semakin luas.
Ternyata hal ini menimbulkan masalah dalam hal manajemen
pemerintahan. Pengawasan tidak dapat berjalan secara baik. Berbagai
penyelewengan mulai terjadi. Pegawai atau pengurus VOC mulai hidup
mewah dan berfoya-foya. Penyakit korupsi semakin merebak. Utang
VOC meningkat, dan kas habis untuk membiayai perang. VOC berada
pada posisi bangkrut.
6. Tanggal 31 Desember 1799, VOC dibubarkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengabdian Badan Pengawas Pemilu Surabaya 2020

Pengabdian Badan Pengawas Pemilu Surabaya 2020 Desember 26, 2020 Pengabdian untuk Negara di Badan Pengawas Pemilu (bawaslu) (ahmad sodiq ana...